Wednesday, September 19, 2007

war game, do you dare?

Kelompok orang berpakaian serba loreng itu tengah serius mengamati sekitar, sesekali mereka mengendap-endap mencari lawan. Tiba-tiba saja door, dan tak lama kemudian terdengar suara seseorang berteriak hit.

Ini bukan dalam arena perang sungguhan, namun hanya suasana perang buatan yang dilakoni beberapa pecinta skrimhist (war game). Iklim yang dirasakan memang terasa seperti dalam arena perang sungguhan. “Adrenalin ikut naik saat berada di arena,” ujar Yogi Indradi, salah satu pelaku skrimhist yang telah menjalani hobinya sejak tahun 2002 lalu ini.
War game memang telah menjadi salah satu hobi yang dilakoni sebagian masyarakat perkotaan. Bahkan, belakangan kalangan eksekutif dan pelaku bisnis menjadikan war game sebagai bagian dari gaya hidup mereka. Hal tersebut terbukti dari banyaknya klub-klub pencinta air soft gun yang bertebaran diberbagai kota besar tanah air saat ini.
Sekilas war game memang mirip dengan arena perang sungguhan. Peralatan yang digunakanpun, hampir mirip dengan perlengkapan perang pada umumnya. Battle dress uniform (BDU), rompi (vest), sarung senjata (holster), belt (kopel), sepatu boot, safety google (masker penutup muka), dan tentu saja senjata atau pistol (air soft gun) adalah perlengkapan utama yang diperlukan.
Lokasinya, bisa hutan kota (jungle war), hingga gedung bertingkat yang berada diperkotaan (city war). “Saat ini yang sedang tren close quarter battle (CQB) atau yang biasa disebut Pertempuran Jarak Dekat (PJD), atau saving the VIP (penyelamatan sandera) yang lokasinya digedung-gedung. Bisa gedung aktif, ataupun gedung yang masih setengah jadi,” ujar Ari Ariyanto, ketua klub Black Ops, salah satu klub pencinta air soft gun di Jakarta.
Teknik permainan city war sendiri tak jauh berbeda dengan jungle war, hanya saja lokasi permainanya berada didalam gedung sehingga memerlukan banyak trik dan strategi untuk bersembunyi dari intaian lawan. “Untuk city war, kita hanya mengandalkan lorong-lorong ruang yang ada dalam gedung sebagai tempat persembunyian,” ujar Yogi.
Biasanya, mereka harus melakukannya pada malam hari pada saat gedung dalam keadaan kosong, agar tidak membahayakan orang lain. Namun juga city war bisa dilakukan pada siang hari jika dilakukan di gedung tak bertuan atau komplek perumahan yang belum berpenghuni.
Untuk ijin nya, biasanya mereka melakukan negosiasi dengan pihak pengelola dan juga membayarkan sejumlah uang sewa. Beberapa tempat yang biasa digunakan Yogi dkk adalah ITC Fatmawati, perumahan Delta Mas, serta beberapa pertokoan yang belum selesai dibangun.
Selama ini, permainan yang satu ini memang terkesan tertutup. Karena banyak pihak yang merasa bahwa permainan ini bisa membahayakan keselamatan. Padahal, menurut Yogi, permainan ini aman jika dilakukan sesuai dengan safety rules yang berlaku.
Permainan ini cenderung aman, karena peluru yang digunakan adalah jenis peluru plastik sepanjang 6mm (BB), dengan jarak tembak minimal 10 meter, dan kecepatan peluru 400 feed per second. “Dengan safety rules tadi, dan juga penggunaan safety google, maka sudah dipastikan permainan ini aman,” ujar Yogi.
Permainan kelas atas
Meskipun istilahnya hanya sebuah permainan, namun hobi yang satu ini cukup menguras kantong juga. Untuk air soft gun yang kebanyakan diimport dari Jepang ini, bisa mencapai Rp.4 juta hingga unlimited. Belum lagi biaya modifikasi senjata, dan juga beragam aksesori perlengkapan lainnya. Sedikitnya dana sebesar Rp20 juta keatas diperlukan untuk menekuni hobi yang satu ini. Karena itu, pelakunya adalah para eksekutif muda dan juga pelaku bisnis yang dalam segi ekonomi sudah mapan.
Yogi yang saat ini berperan sebagai penasehat di Black Ops mengaku, alasan menekuni hobi ini karena ia memiliki ketertarikan pada militer, senjata, dan sport.
Lokasi yang sering menjadi sasaran tembak sales division Robert Bosch (SEA) PTE.Ltd ini, adalah kawasan Brigade 3234 Gunung Putri, perumahan Delta Mas, dan juga Gunung Pancar, setiap akhir pekannya.
Setelah empat tahun ber war game, kini koleksi air soft gun Yogi ada sekitar 4 jenis, masing-masing M-4A1, MP5, hand gun glock 19, dan USP compact, dengan harga tertinggi Rp.10 juta.
Yogi juga mengatakan, banyak keuntungan yang bisa dirasakannya dari permainan ini. “Bukan hanya sekedar bisa olahraga, namun juga disini kita bisa belajar jadi leadership, teamwork, dan juga strategi memenangkan permainan yang bisa diterapkan dalam keseharian dan juga pekerjaan kita,” ujar Yogi.
Sementara itu, Ari mengakui bahwa awal mulanya ia ber war game adalah karena keinginan menjadi tentara yang tak kesampaian. Pemilik perusahaan sekuritas Krida Waspada dan Laundry Clean & Neat ini, mengaku memang gandrung dengan hal-hal yang berbau militerisme. Hingga saat ini, ia telah mengoleksi sekitar 9 jenis air soft gun dengan jenis M-16, AK47, MP5, Thomson, Para (P14), Sig Sauer, Baretta, CZ75, dan juga desert eagle.
Bahkan, iapun telah menjelajahi tanah Surabaya untuk memuaskan hobinya itu. Menurutnya kenikmatan dalam war game sudah bisa dirasakan pada saat memulai pertempuran. “Rasa deg-degan sudah berasa pada saat pertempuran belum dimulai,” ujar Ari.
War game juga bukan permainan yang digandrungi kaum pria. Beberapa wanitapun menyukai permainan penuh tantangan ini. Sebut saja Tanti Mulyana, pengusaha handphone dikawasan Fatmawati ini termasuk perempuan penyuka war game sejak dua tahun silam. Alasannya, adalah karena ikut-ikutan suami yang sudah lebih dulu menyukai skirmhist ini.
Meskipun perempuan, namun Tanti lebih menyukai jenis senjata AK47 dengan speed yang tinggi dibandingkan dengan MP45 yang biasa dipakai wanita. “Selain itu saya juga punya hand gun jenis P226 sig sauer. Namun kebanyakan saya suka pinjam punya suami,” ujarnya sambil tertawa.
Ia juga menyebutkan walaupun terhitung olahraga keras, namun war game bisa membuatnya berolahraga dengan mengeluarkan keringat yang lebih banyak dibandingkan dengan olahraga lainnya. “Bahkan saat fitnes pun saya tidak bisa mengeluarkan keringat sebanyak ini,” tutur wanita yang tergabung dalam klub black ops ini.
Untuk arena pertempuran, Tanti menyebutkan bahwa CQB atau city war lebih menantang dibandingkan dengan jungle war. “Karena sewaktu-waktu kita bisa tertangkap oleh lawan dengan mudah karena lokasinya yang cenderung lebih terbuka daripada jungle war,” tandas perempuan yang bersama sang suami juga berniat membuka toko air soft gun untuk memenuhi hobinya, tidak lama lagi ini.
“Saya biasanya main di Gunung Putri, dan ikut beberapa even yang digelar klub dibeberapa tempat,” tandasnya menutup percakapan.
Saat ini, war game yang manajemennya masih banyak dianggap permainan dengan peraturan abu-abu, karena itulah, Yogi dkk berniat untuk membentuk asosiasi yang menaungi keberadaan klub pencinta war game dan air soft gun ditanah air. Tujuannya antaralain untuk menyamakan visi dan misi dari seluruh klub yang ada, dan juga sekaligus menunjukkan pada masyarakat bahwa permainan ini adalah permainan yang menyenangkan dan aman bagi pelakunya.