Monday, September 25, 2006

Aku, puasa, dan keluargaku

Tahun ini, adalah tahun ke 20 aku menjalankan puasa. Gak kerasa ya, kalau ditotal udah hampir sekitar selama satu tahun delapan bulan puasa aku jalanin.
Hari pertama puasa kemarin, sengaja aku sahur dan berbuka bareng keluarga dirumah. (biasanya aku jarang pulang kerumah belakangan ini).

Pertama kali pulang, aku mesti jenguk kakak tertua ku dirumahnya yang sakit penyumbatan ginjal. Udah cukup lama juga gak ketemu dia, dan waktu lihat dia tidur dengan kondisi kakinya yang bengkak, gak kerasa air mata langsung jatuh. Ngerasa berdosa dan bersalah, itu mungkin yang pertama kali terasa. Soalnya, kakak ku yang satu ini, termasuk yang paling sayang sama aku sejak dulu. Tapi karena kerjaanku yang sok sibuk, akhirnya aku malah terkadang melupakan mereka.
Yang bisa kulakukan cuma duduk disampingnya yang lagi tidur dengan dengkurannya. Sambil berdoa dalam hati, gak kerasa air mata terus jatuh (emang cengeng kali ya :p).
Setelah ngobrol panjang lebar dan bertanya soal sakitnya, aku pamit pulang bareng mama, yang karena kepanikannya hingga lupa kalau esok adalah hari puasa pertama dimulai.
Setelah berbelanja dengan mama tercinta, aku yang sejak mulai bekerja dulu mulai malas ngurus pekerjaan rumah karena alasan lelah, mulai kembali turun kedapur (meski gak banyak banget yang bisa dibantu karena dasarnya gak bisa masak).
Ternyata, meskipun itu merupakan hal yang biasa, kulihat mama setengah terharu melihat aku mau membantunya. Sambil bercerita tentang masa kecilku yang selalu rajin membantunya, kita terus meracik masakan sambil kadang tertawa lebar.
Malam itu pula, usai tarawih aku telpon kakak keduaku, untuk datang kerumah menengok mama yang memang tak pernah memaksa anaknya datang kerumah kalau bukan karena keinginan mereka itu.
Usai persiapan sahur, malamnya aku dan mama yang sejak dulu memang sangat akrab (duet maut, kalau kata papa ku bilang) ngobrol sampe pukul 01.00wib. “Mi, udah jam satu neng, bade bobo tabuh sabaraha?” ujar si mama sambil tertawa, sebelum akhirnya kita tertidur nyenyak.
Pukul 03.00wib, aku terbangun karena sms teman yang mengingatkan untuk bangun sahur. (karena anak kost, biasanya aku memang mengandalkan jasa teman untuk membangunkan waktu sahur). Kulihat mama masih tertidur dengan wajah yang lelah. Tak tega membangunkannya, akupun beranjak ke dapur menyiapkan santap sahur buat sekeluarga. Saat tengah menggoreng-goreng, ia terbangun dan langsung mengambil alih semuanya, meskipun aku setengah memaksa untuk menyelesaikannya.
Saat santap sahur, papa mulai membuka obrolan dengan bercerita kisah puasa tahun-tahun sebelumnya. “Dulu papa suka nggak tega liat Mia yang suka nempelin perut ke lantai biar dingin kalau tengah hari bolong waktu puasa,” ujarnya sambil terus menceritakan kisah-kisah dan tingkah polah anak-anaknya dibulan puasa.
Puasa hari pertama kemarin, benar-benar tak terasa olehku. Berada ditengah keluarga, telah membuat aku bisa melewati beratnya hari tanpa keluhan.
Saat bedug maghrib puasa haru pertama dipukul, yang pertama kulakukan hanyalah membatalkan puasa dengan segelas air putih, dan langsung menatap satu persatu wajah keluargaku.
Aku memang hanya terdiam, namun dalam hati aku merasa bahwa aku sangat rindu mereka. Meski terkadang membuat kesal dan marah, tapi mereka tetaplah nafas dalam hidupku. Mereka pulalah yang selama ini telah membuatku bertahan dalam menjalankan semuanya.
Aku, puasa dan keluargaku telah menyadarkanku akan kerinduanku pada kebersamaan kami.

Tuesday, September 05, 2006

Aku menulis diatas pasir untuk sahabatku

Dalam hidupku, yang paling terpenting adalah keluarga dan sahabat-sahabatku. Aku akan rela berbuat apapun demi mereka, meski itu akan menyakiti diriku. Kadang terjadi konflik antara kami, namun aku tetap menyayangi mereka. Satu hal yang pasti, hal itu tak akan menyurutkan persahabatan kami. Karena pada dasarnya, aku tak bisa membenci sahabatku, meskipun besarnya rasa sakitku. Untuk semua sahabatku, yang tahu dan tak tahu betapa aku menyayangi mereka, aku menulis diatas pasir untuk kau yang benar-benar sahabatku. Seperti halnya kisah dalam cerita berikut ini.

"Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi padang gurun.dalam perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya.
Orang yang kena tampar merasa sakit hati tapi dengan tanpa berkata-kata dia menulis di atas pasir; HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU. Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, di mana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu; HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU.
Orang yang menolong dan menampar sahabatnya bertanya, "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya diatas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?" Temannya sambil tersenyum menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya diatas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin." Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik dengan suami /isteri, kekasih, adik / kakak, karena sudut pandang yang berbeda.
Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masalah lalu. Manfaat positif dari continuous relationship mungkin sekali jauh lebih besar ketimbang kekecewaan masa lalu.
Nobody's perfect.