Friday, November 30, 2007

Never ending miracle


Kulihat kebahagiaan di wajah kalian
diantara guratan lelah yang ada
kedamaian tersimpan disana
Dua tubuh yang beda, tapi sama
dua jiwa yang beda tapi serupa
Kalian baru saling mengenal, dan bertatap muka
namun menyatu di hati
Ini sebuah keajaiban 70 hari lalu
ketika raga mungil itu menggeliat dari gua tidurnya
Dan kini tetap sebuah keajaiban
ketika tubuh kalian menyatu seiring jiwa
saling menyesapi rasa hingga kerongga alam pikiran
Aku tak pernah melihatnya
Garis kebahagiaan terdalam yang pernah muncul
Ketika tubuh mungil itu merapat diantara tubuh kecil ibunya yang tengah tenggelam dalam kenikmatan hidup

For Hanna, Jeremy, dan keajaiban diantara kalian

Sunday, November 25, 2007

Ughhhh

Tak kuhiraukan darah yang terus mengalir dari punggung tangan kananku. Tak kuindahkan rasa sakit yang terasa memukul punggung dan bahuku. Aku terus bertahan ditempatku berdiri menghalangi kemarahan kalian yang terasa benar ingin saling menyakiti, diantara teriakan-teriakan emosi yang menggemakan telingaku. Aku ikut teriak, menangis dan memohon kalian menghentikannya, tapi semuanya seolah tak peduli membuat pertahananku luruh, aku runtuh dilantai dengan simbahan keringat, air mata dan darah yang akhirnya membuat kalian terdiam.
Tubuhku penuh luka, darah, dan goresan, Namun tak seluka hatiku. Tubuhku penuh lebam dari kaki hingga wajah. Namun tak selebam otak dan pikiranku yang membengkak hampir pecah dengan hujanan emosi. Seluruh tubuhku sakit tak mampu bergerak dan berkata. Namun tak sesakit hati dan jiwaku yang hampir mati saat itu.
Mengapa tak bunuh saja aku dengan pisau tepat didada kiriku??. Mengapa kalian pilih membunuhku dengan cara perlahan yang teramat menyakitkan seperti ini…………..

Wednesday, November 14, 2007

Menjelang Kematian

Mungkin ini yang dirasakan mereka yang menghadapi kematian. Panik, takut, lemas, dan segala macam rasa kebingungan lainnya terus memberondong.
Entah karena apa malam ini aku merasa tengah menghadapi kematian. Rasanya hari ini aku menjalani rutinitas seperti biasa. Bangun pagi untuk liputan, pulang kantor sore, dan pulang kembali ke tempat kost malam hari atau tepatnya jam 9 malam untuk hari ini. Makan pun sama seperti biasanya, dua kali sehari plus aneka camilan yang lumayan banyak.
Pikiranku pun lagi tak menumpuk seperti biasanya. Jadi rasanya semuanya baik-baik saja, namun merasa agak lemas. Akhirnya kuputuskan untuk tidur saja, dan berharap esok pagi kondisiku bakal lebih baik. Setelah tertidur selama 10 menit di jam 11 malam, tiba-tiba bangunku terganggu oleh perasaan sekelebat bayangan putih melewati tubuhku dengan cepat.

Saat bangun, tubuhku tiba-tiba sangat lemas dan berkeringat dingin. Aku mencoba mengabaikannya seperti kata orang bahwa sugestilah yang membuat kita sakit dan takut. Mungkin karena datangnya bayangan putih tadi aku menjadi takut dan lemas seperti ini, pikirku. Tapi nyatanya rasa lemas itu terus terasa bahkan bajuku mulai banjir oleh keringat dingin.
Seketika aku ingat kematian, dan berpikir apakah ini waktuku? Lantas aku merasa takut setengah mati, panik, dan tak tahu harus apa.
Kucoba menenangkan diri dengan menarik nafas panjang, dan merebahkan tubuh diatas kasur lantaiku. "Semua baik2 saja" kataku pada diri sendiri. Akan tetapi ternyata setiap kali aku duduk atau merebahkan tubuhku, rasa lemas itu makin menjadi dan bahkan aku merasa keluar dari tubuhku.
Aku semakin panik, sembari meneguk air putih banyak-banyak dan membalurkan minyak kayu putih hingga satu botol penuh keseluruh tubuhku. Namun rasa lemas itu terus datang&kini malah disertai pusing dan perasaan ingin pingsan.
Aku kembali menenangkan diri, sekaligus meyakinkan diriku bahwa aku baik2 saja, sekedar mencari pegangan keyakinan dan mencari tahu apa yang terjadi padaku.
Kuputuskan pergi ke RS malam itu. Dengan tenaga tersisa, kuganti pakaianku, meraih dompet dan ponsel untuk sekedar berjaga2 jika sesuatu terjadi padaku. Intinya aku berusaha bersikap rasional malam ini.
Melewati lorong pintu kost2 dan menuruni anak tangga yang terasa makin sempit rasanya sangat lama dan jauh. Meski diluar sangat gelap dan sepi, rasa takut akan kematian lebih besar dari rasa takut akan hantu ataupun serangan orang jahat diluar sana.
Kulongok kiri kanan, tak ada satupun orang atau tukang ojek yang kucari. malam ini tak seperti biasanya.
Sempat terpikir mengetuk salah satu pintu teman sekost, namun aku masih berpikir takut merepotkan. Akhirnya jadilah semalaman itu aku duduk diteras dengan pandangan kosong mengamati akurium yang sudah berwarna hijau karena lumut diteras kostku itu.
Kulirik jam di ponsel dan sudah pukul 2 malam, tapi rasa lemas terus datang. Akhirnya akupun masuk kamar, masih berusaha meyakinkan diriku semua baik-baik saja. Namun rasa takut membuat aku tidak ingin tidur karena khawatir aku tak mampu lagi bangun jika tertidur.
ku ganjal kepalaku dengan dua bantal tinggi-tinggi, kupaksa mataku terbuka lebar-lebar. Televisi kubiarkan menyala agar kilatnya terus menyadarkan aku dari tidurku, lampu pun kubiarkan menyala malam ini. bahkan kubiarkan pintu kamarku terbuka, agar jika sesuatu yang buruk terjadi padaku, seseorang bisa mengetahuinya. Dan aku terus terjaga hingga pagi, meski terkantuk-kantuk luarbiasa. Malam itu, kamarku terasa lebih luas dua kali lipat dari sebenarnya, sinarnya lebih terang dari biasanya. di ujung ekor mataku, seringkali terlihat bayangan putih itu lagi, dan aku diam tak bicara waspada akan sesuatu yang mungkin terjadi.
Pukul 07.00wib, hati dan tubuhku mulai berkompromi. Aku lebih baik, namun kepalaku terasa berat karena tak tidur semalaman. Akan tetapi, aku lega karena masih bisa menghirup udara pagi ini, dan bangkit dari kelelahan yang melanda semalaman.
Setengah berbisik aku berkata pada diriku sendiri, syukurlah aku tidak apa-apa hari ini. lantas membayangkan ketakutan semalam yang menerpaku. Sesaat rasa kematian itu tiba, aku teringat wajah mama, wajah papa, dan wajah keluargaku. Terbayang bagaimana mama menghadapi jika hal buruk terjadi padaku, dengan penyakit jantungnya itu. Aku teringat akan dosaku, akan kewajiban dan janji-janjiku pada mereka. Dan aku bersyukur masih bisa hidup hari ini, dan terlepas dari cerita kematian seorang diri.
Tuhan, biarkan aku mati disamping keluargaku, itu saja……………….


Wednesday, November 07, 2007

Hanya ingin



aku hanya ingin menggenggam tanganmu
hingga pagi tiba
aku hanya ingin menggenggam tanganmu
hingga tenang hatiku
aku hanya ingin menggenggam tanganmu
hingga habis kerinduanku
aku hanya ingin menggenggam tanganmu
untuk merasakan sedikit hangatmu
aku hanya ingin menggenggam tanganmu
hingga waktuku habis untukmu
meski hanya sedetik, semenit, satu jam, atau bahkan setahun
aku hanya ingin menggenggam tanganmu
hingga kau tinggalkan aku
selamanya
yah selamanya

Monday, November 05, 2007

Memiliki diri sendiri



Kedengarannya sepele, dan bukan sesuatu yang harus dipertanyakan lagi. Semua orang pasti memiliki dirinya sendiri bukan? Tapi nyatanya itu tidak terjadi pada semua orang, tidak pada semua orang, setidaknya tidak padaku.
Aku ingin bebas berpikir sesuai dengan inginku
Aku ingin bebas berjalan sesuai dengan arahku
Aku ingin bebas bertindak sesuai dengan jiwaku
Aku ingin bebas berhasrat sesuai dengan impiku
Kenapa mesti ada batasan ini, yang menghadang segala ingin, arah, jiwa bahkan impiku meski semuanya ada didepan mata
Mungkinkah kulepas nurani, simpati, empati tuk mereguk sedikit saja egois, meski sesaat?
Mungkinkah kutanggalkan semua beban, tuk menggapai sedikit saja asa, meski sedetik?
Mungkinkah kalian biarkan aku sesaat menikmati diriku sendiri, tanpa perlu memonopolinya?
Aku tak butuh waktu lama, hanya sedetik, sesaat, sekejap, selintas.
Hanya sekedar menikmati diriku seutuhnya