Tuesday, May 11, 2010

Pria yang kucintai itu...

Sekilas, mungkin akan banyak orang yang tak suka dengan sifat dan kebiasaan laki-laki ini. mudah marah, tidak mau didebat, dan tidak suka basa basi. wajarlah kalau dia suka terlibat konflik kecil dengan banyak orang.
Sejak dulu aku selalu memperhatikan sikap dan gelagatnya, bahkan aku seringkali duduk diam kala dia mengerjakan hobinya, duduk termenung sambil merokok, atau asyik dengan mesin ketiknya masih dengan rokok ditengah jemari. dia kadang usik, tapi kadang seolah sengaja membiarkan aku memperhatikannya. hanya sesekali melirik. kemudian kembali serius ke urusannya.
Kami jarang berjumpa, karena pekerjannya yang kemudian aku pahami saat ini. kadangkala, rasa bosan dan malas menjumpainyapun datang, tapi aku selalu berusaha terlihat dihadapannya. bukan untuk menerima pujiannya tapi siap menerima kemarahannya yang entah kenapa jarang sekali dialamatkan padaku.
Aku berusaha mengenalinya sejak dulu, lewat pengamatanku dan lewat percakapan kami yang mungkin lebih sering diisi dengan cerita panjangnya. Pidato, dulu begitu sering aku bilang. Dia sangat keras, tapi dia jarang mengeluh, bahkan dalam sakitnya. dia sering sekali menyembunyikan perasaannya, itu yang aku tahu.
Sering sengaja aku menahan kantuk cuma sekedar ingin mendengar dia bercerita. Dia senaaaang sekali bercerita tanpa ujung. kadang kita tertawa lepas, atau menangis berdua. Dia bercerita banyak hal yang saat itu tidak banyak kuserap karena tujuanku hanya ingin berbagi dengannya.
Namun dibalik keras hatinya, ada kelembutan disana. ketika kulihat laki-laki ini menangis dihadapanku, atau ketika ia dengan sengaja merapikan kumpulan sandal-sandal diluar rumah yang terkena hujan karena merasa seperti kami yang kehujanan, atau ketika setiap tahun dia menuliskan surat yang membuat hatiku selalu menangis, juga ketika dia selalu setia menemani sakitku disamping tempat tidur hampir setiap malam hingga aku terlelap.
Kini dia mulai terlihat lemah..banyak perubahan yang kulihat dan kurasakan. Dia jarang sekali berbicara. rutinitasnya hanya dihabiskan didepan televisi atau duduk sambil menikmati kopi dan rokoknya sendirian. Masih mudah marah, namun terkadang manja. Dia hanya mau mendengarkan ucapanku, entah untuk urusan makan, berobat, bahkan untuk mencukur rambutnya.
Seperti hari ini, ketika dia enggan beranjak pergi karena badannya yang masih lemah usai sakit membuatku harus memanggil tukang cukur langganannya kerumah. Atau hari kemarin ketika dia akhirnya menyetujui paksaanku untuk mengurangi merokok dan mengganti kopinya dengan gula rendah kalori. Atau hari-hari sebelumnya ketika kupaksa dia untuk berobat dengan setengah menangis.
Ah Pa entah apa kau tau perasaanku ini. yang kutahu berlipat-lipat kau marah, berlipat-lipat pula rasa sayangku. Dan setiap kali bertemu denganmu bergetar hatiku karenanya.
Cepetlah sembuh Papaku tersayang, I'll do anything for you.. love u so much