Friday, February 08, 2008

televisi oh televisi

Pengaruh buruk televisi pada perkembangan budaya dan pola pikir masyarakat sudah tak lagi bisa ditolerir. Bahkan program yang diperuntukkan untuk anakpun, seolah bukan lagi bisa jadi acuan anak untuk memperoleh pengetahuan yang mampu menjadikannya pribadi yang kuat dan memiliki pola pikir yang masuk akal.
Makin minimnya program acara khusus untuk anak-anak yang menyajikan pengetahuan murni seolah menambah makin tak berbobotnya dunia pertelevisian kita saat ini.

Bahkan kini anak-anakpun tak lagi memiliki lagu-lagu khas bocah cilik yang dulu sering ditampilkan televisi melalui beragam acaranya. Tak ada lagi lantunan lagu-lagu karya pak kasur dan bu kasur diperdengarkan. Tak ada lagi Melissa kecil, Joshua kecil, ataupun trio kwek-kwek yang dulu jadi idola para bocah cilik.
Anak-anak mulai berbaur dengan kaum gruppies yang lantas memaksa mereka dewasa melalui telinga dan mata, secara audio dan visual.
Meski awalnya aku bersikap tak perduli, namun kini mulai terusik ketika keponakan kecilku mulai terpengaruh sisi buruk dari televisi. Atau tepatnya ia menjadi paranoid akibat tayangan televisi. Bayangkan saja, anak sekecil dia takut bukan main pada petugas penyemprot nyamuk demam berdarah. Sungguh sesuatu hal yang tidak masuk akal.
Ketika tahu hari ini akan ada program penyemprotan nyamuk dia panik bukan main. Seluruh tubuhnya gemetar, bibirnya pucat, dan keringat dingin membasahi tubuhnya. Dia histeris meminta agar petugas tidak mendatangi rumah, dan meminta dibawa jauh dari rumah untuk menghindari petugas tersebut.
Awalnya kupikir ketakutannya bermula dari suara mesin penyemprot yang luarbiasa kencang, atau bau zat kimia didalamnya yang memang membuat hidung nyeri itu. Namun ketika kutanya alasannya, dia mengatakan hal yang bikin aku kecewa luarbiasa. "Aku takut kena semprotan nyamuk, nanti kaya di film si entong, yang kena semprotan jadi nyamuk."Bayangkan, mengapa hal ini bisa terjadi? Bisa dibayangkan betapa
pengaruh televisi telah merasuki pikiran dan bahkan psikologisnya. Sebagai individu kekecewaan berat jelas terasa dengan kondisi media yang saat ini tidak bersahabat dan tidak berusaha mengakrabi generasi anak-anak. Apalagi mengingat kenyataan bahwa saat ini hampir semua jenis media massa terutama televisi lebih peduli pada rating dan pemasukan iklan dibandingkan dengan content dan pengaruhnya pada audiensnya. Alih-alih persaingan&usaha bertahan hidup seolah menjadi hal yang mampu menghalalkan
sekaligus mengorbankan pola pikir sekaligus budaya konsumennya. Kalau sudah begini, tampaknya kita telah menjadi bangsa yang maju dalam segi teknologi sekaligus bangsa yang mundur dari segi budaya dan juga karakter bangsa.