Wednesday, November 14, 2007

Menjelang Kematian

Mungkin ini yang dirasakan mereka yang menghadapi kematian. Panik, takut, lemas, dan segala macam rasa kebingungan lainnya terus memberondong.
Entah karena apa malam ini aku merasa tengah menghadapi kematian. Rasanya hari ini aku menjalani rutinitas seperti biasa. Bangun pagi untuk liputan, pulang kantor sore, dan pulang kembali ke tempat kost malam hari atau tepatnya jam 9 malam untuk hari ini. Makan pun sama seperti biasanya, dua kali sehari plus aneka camilan yang lumayan banyak.
Pikiranku pun lagi tak menumpuk seperti biasanya. Jadi rasanya semuanya baik-baik saja, namun merasa agak lemas. Akhirnya kuputuskan untuk tidur saja, dan berharap esok pagi kondisiku bakal lebih baik. Setelah tertidur selama 10 menit di jam 11 malam, tiba-tiba bangunku terganggu oleh perasaan sekelebat bayangan putih melewati tubuhku dengan cepat.

Saat bangun, tubuhku tiba-tiba sangat lemas dan berkeringat dingin. Aku mencoba mengabaikannya seperti kata orang bahwa sugestilah yang membuat kita sakit dan takut. Mungkin karena datangnya bayangan putih tadi aku menjadi takut dan lemas seperti ini, pikirku. Tapi nyatanya rasa lemas itu terus terasa bahkan bajuku mulai banjir oleh keringat dingin.
Seketika aku ingat kematian, dan berpikir apakah ini waktuku? Lantas aku merasa takut setengah mati, panik, dan tak tahu harus apa.
Kucoba menenangkan diri dengan menarik nafas panjang, dan merebahkan tubuh diatas kasur lantaiku. "Semua baik2 saja" kataku pada diri sendiri. Akan tetapi ternyata setiap kali aku duduk atau merebahkan tubuhku, rasa lemas itu makin menjadi dan bahkan aku merasa keluar dari tubuhku.
Aku semakin panik, sembari meneguk air putih banyak-banyak dan membalurkan minyak kayu putih hingga satu botol penuh keseluruh tubuhku. Namun rasa lemas itu terus datang&kini malah disertai pusing dan perasaan ingin pingsan.
Aku kembali menenangkan diri, sekaligus meyakinkan diriku bahwa aku baik2 saja, sekedar mencari pegangan keyakinan dan mencari tahu apa yang terjadi padaku.
Kuputuskan pergi ke RS malam itu. Dengan tenaga tersisa, kuganti pakaianku, meraih dompet dan ponsel untuk sekedar berjaga2 jika sesuatu terjadi padaku. Intinya aku berusaha bersikap rasional malam ini.
Melewati lorong pintu kost2 dan menuruni anak tangga yang terasa makin sempit rasanya sangat lama dan jauh. Meski diluar sangat gelap dan sepi, rasa takut akan kematian lebih besar dari rasa takut akan hantu ataupun serangan orang jahat diluar sana.
Kulongok kiri kanan, tak ada satupun orang atau tukang ojek yang kucari. malam ini tak seperti biasanya.
Sempat terpikir mengetuk salah satu pintu teman sekost, namun aku masih berpikir takut merepotkan. Akhirnya jadilah semalaman itu aku duduk diteras dengan pandangan kosong mengamati akurium yang sudah berwarna hijau karena lumut diteras kostku itu.
Kulirik jam di ponsel dan sudah pukul 2 malam, tapi rasa lemas terus datang. Akhirnya akupun masuk kamar, masih berusaha meyakinkan diriku semua baik-baik saja. Namun rasa takut membuat aku tidak ingin tidur karena khawatir aku tak mampu lagi bangun jika tertidur.
ku ganjal kepalaku dengan dua bantal tinggi-tinggi, kupaksa mataku terbuka lebar-lebar. Televisi kubiarkan menyala agar kilatnya terus menyadarkan aku dari tidurku, lampu pun kubiarkan menyala malam ini. bahkan kubiarkan pintu kamarku terbuka, agar jika sesuatu yang buruk terjadi padaku, seseorang bisa mengetahuinya. Dan aku terus terjaga hingga pagi, meski terkantuk-kantuk luarbiasa. Malam itu, kamarku terasa lebih luas dua kali lipat dari sebenarnya, sinarnya lebih terang dari biasanya. di ujung ekor mataku, seringkali terlihat bayangan putih itu lagi, dan aku diam tak bicara waspada akan sesuatu yang mungkin terjadi.
Pukul 07.00wib, hati dan tubuhku mulai berkompromi. Aku lebih baik, namun kepalaku terasa berat karena tak tidur semalaman. Akan tetapi, aku lega karena masih bisa menghirup udara pagi ini, dan bangkit dari kelelahan yang melanda semalaman.
Setengah berbisik aku berkata pada diriku sendiri, syukurlah aku tidak apa-apa hari ini. lantas membayangkan ketakutan semalam yang menerpaku. Sesaat rasa kematian itu tiba, aku teringat wajah mama, wajah papa, dan wajah keluargaku. Terbayang bagaimana mama menghadapi jika hal buruk terjadi padaku, dengan penyakit jantungnya itu. Aku teringat akan dosaku, akan kewajiban dan janji-janjiku pada mereka. Dan aku bersyukur masih bisa hidup hari ini, dan terlepas dari cerita kematian seorang diri.
Tuhan, biarkan aku mati disamping keluargaku, itu saja……………….