Tuesday, June 13, 2006

perempuan dimata perempuan

perempuan...
siapakah engkau?
bagaimanakah engkau?
perempuan.....
lemahkah engkau?
seperti yang sering ditiupkan angin lewat semilirnya..
perempuan......
kejamkah engkau?
ketika cemburu menodaimu
seperti yang sering dialirkan air lewat hulunya
perempuan...
hinakah engkau?
ketika cinta merasukimu,
dan menjatuhkanmu dalam kenistaan
karena rasa cinta tak bersyarat
seperti yang sering dialunkan musik lewat iramanya
perempuan...
apakah engkau perempuan?
apakah aku perempuan?
ataukah hanya seonggok perempuan dimata perempuan?


Membicarakan hakekat dan kodrat perempuan memang tak akan pernah akan ada habisnya sampai kapanpun. Sejak masa Hawa diturunkan setelah turunnya Adam kemuka bumi ini, hakaket perempuan memang selalu berada dibawah laki-laki. Hingga akhirnya dunia sudah memasuki era moderanisasi dan juga kemajuan yang luarbiasa, namun masalah genderisasi seakan tak pernah lekang dimakan waktu.
Symbol sebagai mahluk kelas kedua setelah pria telah membuat perempuan banyak kehilangan hak-hak suara dan tindakannya dimata pria.
Saat perempuan meneriakkan sebuah kata emansipasi, tatapan sinis masih tampak dari wajah sang lawan jenis. Rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi yang sebenarnya enggan saya jamah disinipun, kental dengan pengekangan terhadap hak-hak ekspresi seorang perempuan. Kontroversi seputar pro kontra pemberlakuan calon undang-undang baru inipun terus bergulir hingga saat ini.
Belum lagi tindak kekerasan pada perempuan seolah menjadi bumbu pelengkap kelemahan perempuan dibawah kekuasaan kaum pria.
Akankah perjuangan Kartini ikut terkubur saat jasad sang pejuang wanita tersebut terkubur didalam bumi? Atau mungkinkah akan muncul Kartini-Kartini baru yang tak lagi beratribut kebaya ditubuhnya. Entahlah.
Adilkah?
Saat pria dianggap wajar berpoligami, maka wanita berpoliandri dianggap seorang perempuan haus sex yang tak layak hidup dimasyarakat. Bahkan, bagi perempuan-perempuan peselingkuhan pria-pria hidung belang, mengalami hal yang lebih tidak manusiawi lagi. Julukan mulai dari perempuan nakal, jalang, binal hingga pelacur dengan mudahnya keluar dari para penghakim sosial tanpa jubah itu.
Saat pria peselingkuh bisa kembali dengan mudah kembali kepangkuan sang istri yang ikhlas menerimanya, maka mungkinkah sang suami bisa berlapang dada melakukan hal yang serupa pada istrinya yang berselingkuh?
Adil atau tak adil, tapi itulah kenyataan. Setuju atau tidak setuju, tapi itulah yang ada didepan mata kita bukan? Kalau kebetulan Anda seorang pria yang membaca tulisan ini mengatakan bahwa saya berpikir secara sepihak karena saya perempuan, maka tolong Anda renungkan, apakah pemikiran saya ini adalah sesuatu yang salah?
Musuh terbesar wanita
Perempuan memang kerap berpikir dengan perasaannya dibandingkan dengan logikanya.
Hal tersebutlah yang kemudian menjadi bumerang mereka, saat mereka dihadapkan dengan masalah yang dilematis. Terutama dalam urusan cinta. Karena unsur perasaan inilah, akhirnya lebih banyak wanita yang patah hati dan terlalu larut dalam kisah cinta, dibandingkan laki-laki. Bahkan karena perasaannya inilah, banyak perempuan yang rela menjadi perempuan kedua karena perasaan yang bernama cinta? Ironisnya.
Kalau banyak orang berkata bahwa pria menjadi musuh terbesar wanita saat kehancuran menimpanya. Bagi saya, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Karena pada dasarnya banyak wanita yang lebih menderita karena perlakuan wanita lain. Sebut saja nasib si istri tua karena perlakuan sang istri muda, atau kebalikannya.
Bahkan umpatan pelacur, wanita jalang, binal, lebih sering keluar dari seorang mulut perempuan kepada pesaingnya, dibandingkan dari mulut seorang pria kepada seorang perempuan. Pernahkah kita berpikir pada saat umpatan tersebut kita lontarkan, apakah kita adalah perempuan yang lebih baik darinya?
Kalau sampai saat ini, kita sebagai perempuan masih memandang sinis pada perempuan-perempuan penjaja cinta, dan perempuan kedua yang terbelenggu karena cinta, sudah sepantasnya kita bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita sudah menjadi perempuan dimata perempuan?