Friday, July 14, 2006

99% kemarahan dalam diri kita diluapkan pada orang yang kita sayangi

Percaya atau tidak, namun kenyataannya terjadi dalam kehidupan kita. Berdasarkan hasil riset menunjukkan bahwa sebanyak 99% kemarahan yang ada dalam diri kita, selalu diluapkan kepada orang yang kita sayangi.
hal ini bisa saja disebut normal, karena berbagai alasan. seperti misalnya sudah tidak ada lagi rasa canggung untuk mengungkapkan perasaan pada orang yang kita sayangi, atau bahkan dengan alasan kita sudah tidak lagi bertopeng dihadapannya.
terkadang, alasan-alasan tersebut membuat kita lupa bahwa hal tersebut bisa melukai perasaan mereka, karena emosi yang sudah meluap, maka kita akan menganggap wajar ia bisa menerima sifat kita yang sebenarnya. Luapan kemarahan, kemudian berujung pada kata-kata kasar, cacian, dan hinaan terlontar dengan mudah dari mulut kita. Tak peduli siapa yang salah, yang penting emosi tersalurkan.
Ada sebuah tulisan yang menyadarkan saya tentang kata-kata kasar yang mungkin sering saya lontarkan pada mereka-mereka yang saya sayangi.


Cerita ini dialami oleh seorang ibu. Rosa namanya. Ia bercerita begini:
Saya menabrak seorang yang tidak dikenal di jalan. "Oh, maafkan saya" adalah reaksi saya.
Ia berkata, "Maafkan saya juga; Saya tidak melihat Anda." Orang tidak dikenal itu, juga saya, berlaku sangat sopan. Akhirnya kami berpisah dan mengucapkan selamat tinggal.
Namun cerita lainnya terjadi di rumah, Pada hari itu juga, saat saya tengah memasak makan malam, anak lelaki saya berdiri diam-diam di samping saya. Ketika saya berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh. "Minggir," kata saya dengan marah. Ia pergi, ia terlihat kecewa.
Saya tidak menyadari betapa kasarnya kata-kata saya kepadanya.
Ketika saya berbaring di tempat tidur, sekilas terdengar sebuah bisikan yang berbicara pada saya, "Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, etika kesopanan kamu gunakan, tetapi anak-anak yang engkau kasihi, sepertinya engkau perlakukan dengan sewenang-wenang. Coba lihat ke lantai dapur, engkau akan menemukan beberapa kuntum bunga dekat pintu. "Bunga-bunga tersebut telah dipetik sendiri oleh anakmu; merah muda, kuning dan biru. Anakmu berdiri tanpa suara supaya tidak menggagalkan kejutan yang akan ia buat bagimu, dan kamu bahkan tidak melihat matanya yang basah saat itu."
Seketika aku merasa malu, dan sekarang air mataku mulai menetes. Saya pelan-pelan pergi ke kamar anak saya dan berlutut di dekat tempat tidurnya, "Bangun, nak, bangun," kataku. "Apakah bunga-bunga ini engkau petik untuk ibu?" Ia tersenyum, " Aku menemukannya jatuh dari pohon. ".
"Aku mengambil bunga-bunga ini karena mereka cantik seperti Ibu. Aku tahu Ibu akan menyukainya, terutama yang berwarna biru." Aku berkata, "Anakku, Ibu sangat menyesal karena telah kasar padamu; Ibu seharusnya tidak membentakmu seperti tadi."
Si kecilku berkata, "Oh, Ibu, tidak apa-apa. Aku tetap mencintaimu." Aku pun membalas, "Anakku, aku mencintaimu juga, dan aku benar-benar menyukai bunga-bunga ini, apalagi yang biru."
Apakah anda menyadari bahwa jika kita mati besok, perusahaan di mana kita bekerja sekarang bisa saja, dengan mudahnya mencari pengganti kita dalam hitungan hari? orang ditengah jalan yang telah kita perlakukan dengan sangat sopan, akan dengan cepat melupakan kita setelah pertemuan sejenak itu? Akan tetapi orang-orang yang kita sayangi, yang kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama sisa hidup mereka?

Jika sampai hari ini Anda masih melontarkan kata-kata kasar pada orang-orang terkasih Anda, mulailah menyadari bahwa saat ia diam dalam kemarahan Anda, itu karena besarnya perasaan sayangnya pada diri Anda.