tak terasa....
jika bukan karena kerut dalam diwajahmu,
jika bukan karena mulai kabur pandanganmu,
jika bukan karena telah ompong gigimu,
jika bukan karena mulai bungkuk jalanmu,
mungkin aku berpikir kau masih seperti dulu.
yang sempat takku percaya betapa tampan dan gagahnya saat muda dulu lewat koleksi foto-foto lamamu
mungkin kau memang bukan ayah terbaik didunia,
tapi aku tak pernah berharap lebih. apa yang kau berikan sudah lebih cukup berharga bagiku
kau mencintai kami dengan caramu,
kau mendidik kami dengan caramu
dan aku bangga karenanya
akh masih terbayang rasanya
ketika sepupu-sepupuku sibuk menyiapkan perjalanan liburan tiap minggunya
kau malah asyik mengajarkanku bagaimana mencuci dan menjemur pakaian
ketika sepupu-sepupuku sibuk bercerita serunya pengalaman mandi dipantai mereka
kita malah serius memperbaiki antena rumah mungil kita yang hampir membuatmu terjatuh terpeleset sisa air hujan yang mengendap
kita tertawa berdua, meski rasanya bukan disaat yang tepat
banyak pelajaran yang kau berikan padaku
pelajaran yang membuat aku kuat saat ini
pelajaran yang membuatku lebih menghargai hidup dan mencintai apa yang kumiliki
Hampir setiap malam kau menemani tidurku sambil mengusap kepalaku ketika aku terkena cacar air saat itu. padahal saat itu aku sudah duduk dibangku kelas 2 SMP tapi rasanya aku tak canggung untuk memelukmu.
kita sering berbincang, atau tepatnya aku mendengarkan semua ceritamu sejak kau masih muda dulu, didepan teras rumah yang tengah rajin kau tanami bonsai itu.
kau mendiamkanku karena aku mulai tak mengindahkan laranganmu
kita menangis bersama tanpa suara saat berbicara hari itu?
kamu begitu emosionil, sifat yang kemudian kau turunkan padaku
kamu pandai merangkai kata dalam bait-bait puisi cerita kehidupanmu, bakat yang mungkin juga kau turunkan padaku
terkadang kau begitu menyebalkan, mengecewakan, mengharukan, dan kadang menyenangkan dengan celoteh-celoteh garingmu
Ada beberapa hal yang membuatmu betah berlama-lama, berada didepan mesin ketikmu, menonton tv, ngobrol, membuat prakarya aneh atau membongkar rumah yang kemudian kusebut sebagai rumah bongkar pasang kita, dan merokok sambil mengopi sembari merangkai imajinasimu
tapi kini, rasanya kita semakin jauh
kau hanya menegur seadanya saat aku pulang kerumah, dan lalu sibuk lagi dengan aktifitasmu. obrolan kitapun hanya seputar pekerjaanku, kondisi kesehatanku, dan nasehat-nasehat agar rajin makan dan menjaga diriku. Kemudian kita baru akan bersapa lagi saat aku pamit pulang dan kau hanya akan berkata "Hati-hati sayang" ungkapan rutinitas yang mungkin biasa bagimu, namun tersimpan rapi dihatiku. Semua selalu begitu, hambar memang.
padahal dulu aku satu-satunya anakmu yang kerap dianggap sok modern oleh kakak dan adikku karena tak pernah canggung mengucapkan i love u pada kau dan mama.
huhhhh rasanya tak akan pernah ada kata yang cukup untuk menggambarkan perasaan sayangku padamu. Namun kuyakin kau tahu tanpa perlu kuungkapkan dengan kata-kata
Kini, diusiamu yang genap 55 tahun kau tetaplah ayah kesayanganku, kecintaanku, dan pujaanku.
kuharap kita bisa seperti dulu lagi, tanpa rasa canggung, tanpa ada batasan, tanpa ada kemarahan, namun kebahagiaan seperti dulu
Pa....
berteriaklah selantang dulu lagi
tertawalah sekeras dulu lagi
bercandalah sehangat dulu lagi
berjalanlah segagah dulu lagi
menataplah seyakin dulu lagi
karena kau belum kalah
kau hanya tengah menyusun kekuatan
untuk menggapai kemenangan hidup
dan aku akan bersamamu mewujudkannya